Penggemar K-pop, dalam gelegar musik yang semakin mengguncang, terhampar sejumlah dunia yang dipadu dalam harmoni – dunia kebahagiaan, imajinasi yang merayap, dan kadang juga, sisi gelap. Sebagai langkah awal, mari kita merambat ke tempat yang tak terduga, ke kafe teh gelembung di Toronto, tempat dimana asyik berkumpulnya kelompok teman bersama album foto yang tidak biasa.
Bukan keluarga, bukan kenangan dari Prancis, tapi photocard eksklusif yang menampilkan idola K-pop favorit; seperti Twice, Seventeen, P1Harmony, dan (G)I-DLE.
Penggemar K-pop Memang Militan
Photocard, seperti kartu-kartu magis, terselip dalam setiap CD dan rekaman artis K-pop. Namun, sunyi tak setiap album berisi kartu yang sama, menghadirkan tingkatan kelangkaan dan membangkitkan hasrat koleksi di kalangan penggemar. Maka, tak ayal banyak di antara mereka yang membayar mahal untuk beberapa versi dari album yang sama, menggeluti keragaman foto konseptual dan skema warna yang berubah seperti lukisan langit yang tak pernah tetap sama.
Namun, seperti alur sebuah lagu yang bergerak dari tempo pelan ke puncak klimaks, perubahan datang perlahan. Sekuntum cahaya pengetahuan merekah di benak mereka yang menggemari nada K-pop. Ash Ledoux, salah satu dari mereka yang merasa getar-getar pelan ini, akhirnya mengakui, “Tidak apa-apa untuk tidak memiliki segalanya. Itu tidak membuatmu menjadi penggemar.”
Dalam memahami bahwa seorang penggemar tak diukur dari seberapa banyak yang dimilikinya, tapi dari bagaimana irama hatinya bergetar dengan lagu-lagu kesukaannya. Dunia ini berputar, dan semakin cepat, semakin terasa bertabrakan dengan isu yang lebih dalam.
Ketika penjualan album K-pop melonjak, suara dari photocard yang dikemas dalam kotak mewah pun menghasilkan gelombang digital yang meresap. Tiba-tiba saja, bermunculanlah pertanyaan-pertanyaan seputar dampak dari semua material ini terhadap bumi yang terbelah dalam ecstacy musik.
Dalam ruang pikirnya, pertanyaan ini melingkar seperti irama yang menghentak: apakah ada pemaknaan lebih dalam dari sekadar memiliki dan berbagi untuk Penggemar K-pop?
Gerakan yang Tak Terduga Muncul
Namun tak hanya pertanyaan, di tahun 2021, muncul langkah nyata. Sebuah gerakan, seperti irama tari yang tak terduga, muncul di panggung dunia K-pop. Bernama Kpop4Planet, ia hadir sebagai panggung bagi kekhawatiran penggemar terhadap eksploitasi yang berlebihan dalam industri hiburan Korea Selatan. “No K-pop on a Dead Planet,” teriak kampanye ini, mengambil bendera isu pembelian album masif dan tumpukan sampah plastik.
8.000 album K-pop tidak diinginkan dikumpulkan, mengambarkan mahakarya yang lebih dari sekadar deretan angka. Mereka pun dikirim ke perusahaan-perusahaan raksasa di belakang musik ini, seperti HYBE, JYP, dan SM Entertainment, sebagai sorotan atas seberapa jauh limbah yang dihasilkan oleh tren konsumsi ini. Dalam lonceng tuntutan, Kpop4Planet memberikan penggemar wadah untuk mengekspresikan keprihatinan mereka, memainkan notasi-notasi tegas seperti prolog musik baru.
Ada yang mengatakan bahwa dalam industri ini, Penggemar K-pop sejati diarahkan oleh jalur-jalur yang diciptakan oleh agensi dan label musik. Pembelian besar-besaran bukan hanya sekadar aksi Penggemar K-pop, tapi juga strategi aktif yang ditebar oleh industri ini.
Photocard, hanyalah salah satu cara manis yang memicu sejumlah pembeli memburu CD dan rekaman sebanyak mungkin. Dalam irama yang sama, setiap album memiliki beberapa versi, berisi foto-foto konseptual yang tak pernah berulang. Inilah yang membuatnya langka, membuat Penggemar K-pop terjebak dalam kejar-kejaran menyelusuri notasi musik yang tak ada habisnya.
Mengejar Mimpi
Gadis itu, Areum Jeong namanya, mengejar mimpi-mimpi dalam notasi K-pop, dan di balik semua senyum yang ditawarkan, ia melihat dengan jelas bahwa ini tak sekadar tentang melodi dan irama. Ia adalah bagian dari alur bisnis yang dirancang dengan cermat. “Idola K-pop adalah bagian dari ‘industri kapitalis neoliberal’,” kata Jeong dengan bijak, seolah menggubah kata-kata menjadi irama baru yang membuka mata.
Tapi setiap album memiliki kisahnya sendiri. Sebuah permulaan yang tak terduga bisa melahirkan jalan buntu, seperti harmoni yang tiba-tiba terpecah. Jeong sendiri telah menghadiri puluhan sesi tanda tangan, merasakan getaran koneksi langsung. Dalam upaya untuk memastikan album-album tambahan tak terbuang sia-sia, ia berbagi dengan teman-teman Penggemar K-pop . Ia berterus terang, “Saya pikir harus ada cara kolektif bagi industri dan Penggemar K-pop untuk bekerja sama menemukan cara yang lebih ramah lingkungan.”
Di ujung notasi, seiring dentingan akhir yang perlahan redup, marilah kita mengakui: harmoni yang sesungguhnya adalah saat alur musik bersatu dengan alam, di mana fotocard tak hanya menjadi simbol kesenangan, tapi juga ekosistem yang tak pernah lelah berdenting. Adalah tanggung jawab kita, seperti Penggemar K-pop sejati, untuk membawa irama ini ke alam baru, menuju ekosistem yang lebih ramah. Kita mencipta nada, tak hanya untuk masa kini, tapi juga untuk langit biru yang selalu berada di ufuk mata kita.